Benarkah Milenial Sering Habiskan Uang Buat Jajan Kopi? (2)

Foto: IstockFoto: Istock

Jakarta - Melanjutkan topik ihwal kopi dan kebocoran kantong kaum milenial. Pada dasarnya, kopi memang salah satu jenis minuman.

Anda sanggup menambahkan fungsi stimulan bila kopi selalu menjadi sobat begadang dan melembur pekerjaan. Tapi secara sosial, kopi juga punya fungsi yang signifikan.

Dengan usul ngopi, anda sanggup bersosialisasi, temu kangen dengan kawan lama, atau berjumpa dengan orang-orang baru. Dari bangku-bangku kafe dan cangkir-cangkir kopi, ide-ide sanggup didiskusikan dan barangkali banyak hal-hal besar yang berasal dari sana.

Kopi menjadi sebuah media sosialisasi, yang diharapkan untuk menjalin korelasi di kala menyerupai ketika ini. Bila kita cermati lambat laun kopi pun terus berubah fungsi.

Bukan lagi cuma sobat nongkrong atau begadang, tapi juga sarana keberadaan di dunia digital dengan foto-foto di Instagram.

Seiring perkembangan zaman, fungsi kopi pun mengalami berkembangan. Munculnya banyak sekali media sosial, mengakibatkan kopi sebagai salah satu sarana eksistensi.

Kopi apa yang anda minum hari ini? Apakah americano? Atau espresso? Ataukah cappuchino dengan pelengkap sirup hazelnut? Apapun kopinya, niscaya kerap kali anda foto sebelum diminum dan kemudian diunggah ke akun Instagram.

Jangan lupa juga menambahkan sedikit caption yang elegan semacam "moodbooster' dan lain sebagainya. Akhirnya anda sudah resmi menjadi anak gaul yang kekinian. Hayoo ngaku yang menyerupai ini.

Sedikit mundur kebelakang, bila dulu, untuk menyeruput kopi sanggup dengan nominal di bawah Rp 10 ribu bahkan di bawah Rp 5 ribu, kini membeli kopi sanggup menghabiskan puluhan ribu rupiah. Entah demi rasa atau gengsi saja.

Pada generasi orang bau tanah kita, meminum kopi ya enaknya dibentuk sendiri kemudian menikmatinya di rumah sembari ngobrol dengan keluarga. Tapi di generasi kita ini, tentu tidak keren alias kece angin puting-beliung bila kita posting di Instagram foto secangkir kopi berkelahi buatan penjual angkringan ataupun kopi susu sachet yang kita seduh di rumah apalagi kostan.

Kita niscaya lebih menentukan posting kopi dari coffee shop tertentu apalagi di cup nyatet sanggup nama diri sendiri. Menjamurnya tradisi ngopi melahirkan pula kedai-kedai kopi populer.

Kopi yang seharga Rp .000 bermetamorfosis menjadi puluhan ribu. Wajar mahal. Sebab yang anda beli bukan sekadar kopi saja, tapi juga merek, daerah dan gengsi.

Apakah anda pernah mendengar jikalau ketika ini perkebunan kopi sedang menghadapi ancaman kepunahan? Bila ini benar terjadi Jangan kaget bila harga kopi semakin mahal lantaran kopi menjadi langka di suatu ketika ini.

Permintaan kopi semakin meningkat setiap tahunnya, kabar jelek tiba dari perkebunan kopi di Brasil. Sejak tiga tahun yang kemudian panen kopi selalu mengalami penurunan sampai diprediksi tahun 2050 nanti stok kopi di dunia akan berkurang setengahnya.

Gagal panen ini dipicu oleh banyak sekali penyakit yang menyerang kopi akhir dari perubahan iklim dan global warming. Turunnya produksi kopi yang berkebalikan dengan permintaan kopi terang akan menciptakan harga kopi melambung tinggi.

Jadi siap-siap saja keluar uang lebih banyak lagi. Namun bagi seorang pecinta, ngopi yakni kebahagiaan termurah di dunia ini. Kopi yakni 'doping' yang tidak membahayakan.

Kopi sanggup dinikmati dengan ataupun tanpa sobat dalam segala suasana. Bila kopi mahal tak terbeli, kopi sachet-an pun sejatinya sanggup menggantikan.

Bagi kaum milenial yang mulai sadar dengan besarnya biasa akan kebutuhan di masa depan termasuk pensiun, kita sanggup mulai menyisihkan biaya satu kopi atau sekitar Rp 50.000 untuk ditabung atau diinvestasikan dalam menyiapkan dana pensiun.

Itulah sebabnya di luar negeri kemudian muncul istilah ngetop Latte Effect. Di mana latte effect yakni kondisi ketika seseorang banyak menghabiskan uang setiap paginya sebelum jalan ke kantor dengan membeli kopi di kedai kopi ngetop, ketika dihitung setiap bulan pengeluaran tersebut ternyata cukup besar dan bila diinvestasikan sanggup menghasilkan hasil investasi yang lebih besar lagi.

Ketrampilan dalam mengelola keuangan bulanan menjadi penting di sini semoga keuangan anda tidak bocor lantaran sering ngopi. Selain itu keterampilan untuk menginvestasikan uang anda dari hasil penghematan ngopi juga anggun semoga masa depan menyerupai dana pendidikan dan dana pensiun anda dan keluarga terjamin.


Coba latihan dengan mengambil workshop yang dilaksanakan oleh tim IARFC Indonesia atau tim AAM & Associates.

Di Jakarta dibuka workshop sehari ihwal bagaimana cara Mengelola Gaji dan Mengatur Uang bulanan dan Belajar dan Teknik Menjadi Kaya Raya dan juga workshop sehari ihwal Reksadana. Ada juga workshop khusus ihwal Asuransi membahas Keuntungan dan Kerugian dari Unitlink yang sudah anda beli.

Karena banyak permintaan, dibuka lagi workshop Komunikasi yang memukau lawan bicara anda (menghipnotis), cocok untuk anda orang sales & marketing, untuk komunikasi ke pasangan, anak, boss, anak buah, ke siapapun, info.

Untuk ilmu yang lebih lengkap lagi, anda sanggup berguru ihwal perencanaan keuangan komplit, bahkan sanggup jadi konsultannya dengan akta Internasional sanggup ikutan workshop Basic Financial Planning dan workshop Intermediate dan Advance Financial Planning di Pertengahan Info lainnya sanggup dilihat di www.IARFCIndonesia.com (jangan lupa tanyakan DISKON paket)

Anda sanggup diskusi tanya jawab dengan cara bergabung di akun telegram group kami "Seputar Keuangan" atau klik di sini.

Sekarang saatnya anda yang memilih, minum kopi atau nabung buat masa pensiun, guys? Happy Planning.


Disclaimer: artikel ini merupakan kiriman dari kawan yang bekerja sama dengan detikcom. Redaksi detikcom tidak bertanggung jawab atas isi artikel yang dikirim oleh mitra. Tanggung jawab sepenuhnya ada di penulis artikel.
Sumber detik.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Benarkah Milenial Sering Habiskan Uang Buat Jajan Kopi? (2)"

Post a Comment