Mengapa Aku Nggak Punya Apa-Apa? (1)

Foto: Rachman HaryantoFoto: Rachman Haryanto

Jakarta - "Mbak, mengapa saya nggak punya apa-apa?" Kata seorang perempuan muda siang itu di sebuah warung kopi di salah satu sentra perbelanjaan di Solo daerah kami kesepakatan temu.

"Sebentar-sebentar, Nggak punya apa-apa gimana ini maksude, mbak bawa form isian yang saya email itu?"

Mbak yang seorang karyawan menikah dikaruniai 2 anak ini mengulurkan form isian untuk pembuatan perencanaan keuangan atau yang biasa kami sebut Form DGQ. Saya baca sembari saya input ke dalam program, dan hasilnya, dari 7 rasio keuangan yang kami gunakan hanya 1 rasio keuangan yang sehat yaitu rasio cicilan utang bulanan.

Lain lagi dengan seorang mahmud alias mamah muda lainnya, "Mbak, check up in kondisi keuanganku ya, sekalian bikinin bookplan, jikalau saya nambah beli 'ini', 'itu' kira-kira sepakat nggak ya? Sambil sodorin lembaran-lembaran financial check up.

Pendapatan kedua klien tersebut tidak terpaut jauh, namun kondisi riilnya sangat berbeda, satu belum mempunyai apa-apa, yang satu sudah mau nambah aset apa-apa. Setelah kami lakukan interview dan pengisian form yang lebih komprehensif, kami dapatkan fakta bahwa yang merasa belum punya apa-apa mempunyai kehidupan yang jauh berbeda dengan klien satunya. Ia bergaya kehidupan yang boros dan cenderung konsumtif.

Hasil interview dan data menawarkan kekonsumtifannya untuk memenuhi beberapa hal sebagai berikut :

BALAS DENDAM MASA LALU
Pada awal masa kerja, begitu terima gaji, habis untuk biaya hidup. Ngafe, hangout, beli baju, dan lainnya yang dikala dulunya sangat sulit dilakukan lantaran keadaaan keuangan. Gaji benar-benar enam belas koma, alias tanggal 16 sudah koma, empot-empotan dompet.

TERBAWA LINGKUNGAN
Secara tidak sadar terbawa imbas lingkungan. Teman-temannya terbiasa hang out tiap jumat malam, shooping setiap gajian dan lain-lain, hasilnya mempengaruhi untuk melaksanakan hal yang sama. Belum lagi imbas sosial media yang setiap hari dalam genggaman tangan.

BERUSAHA MENAIKKAN STATUS SOSIAL
Menaikkan status sosial ini, menyerupai membeli barang branded di kelas lingkungannya, mulai dari baju, tas sepatu dan aksesoris lainnya sampai gadget, dan pernak pernik lain meski itu sekedar daerah minum.

"Saya pengin kelihatan mbak, punya status sosial gitu. Jika Saya tidak mengikuti gaya mereka, maka saya akan ketinggalan, tidak dijadikan teman." Padahal tidak semua sahabat dalam kantor berperilaku sama, ada yang stylenya juga berbeda, bersederhana dalam pengeluaran yang tidak penting dan cenderung boros, hanya saja saya menentukan untuk 'sok' gaul, 'sok' kekinian. Mengapa saya tidak menentukan menjadi animo setter ya dikala itu, dibanding jadi follower?

Dengan berusaha mengikuti gaya hidup kanan kirinya, berusaha menjadi orang yang up to date, semoga terlihat mempunyai status sosial, padahal secara keuangan tidak mampu. Demi mengejar dengan mempunyai barang terbaru dan kekinian, hasilnya rekening kosong, padahal up to date itu tak akan pernah berhenti. Yang diharapkan ialah kebutuhan bukan ke-up to date-an.

Ingat guyonan yang menyampaikan bahwa biaya hidup bekerjsama tidak mahal, yang mahal ialah gaya hidupnya, ada benarnya juga.


Itu sebabnya kita harus selalu berguru untuk bisa mengatur keuangan dan berinvestasi yang baik dan benar, dengan ikut workshop yang dilaksanakan oleh tim IARFC Indonesia atau tim AAM & Associates.

Di Jakarta dibuka workshop sehari wacana bagaimana cara Mengelola Gaji dan Mengatur Uang bulanan dan Belajar dan Teknik Menjadi Kaya Raya dan juga workshop sehari wacana Reksadana. Ada juga workshop khusus wacana Asuransi membahas Keuntungan dan Kerugian dari Unitlink yang sudah anda beli.

Karena banyak permintaan, dibuka lagi workshop Komunikasi yang memukau lawan bicara anda (menghipnotis), cocok untuk anda orang sales & marketing, untuk komunikasi ke pasangan, anak, boss, anak buah, ke siapapun, info.

Untuk ilmu yang lebih lengkap lagi, anda bisa berguru wacana perencanaan keuangan komplit, bahkan bisa jadi konsultannya dengan sertifikat Internasional bisa ikutan workshop Basic Financial Planning dan workshop Intermediate dan Advance Financial Planning di Pertengahan Info lainnya bisa dilihat di www.IARFCIndonesia.com (jangan lupa tanyakan DISKON paket)

Anda bisa diskusi tanya jawab dengan cara bergabung di akun telegram group kami "Seputar Keuangan" atau klik di sini.

Dalam artikel berikutnya akan di bahas sambungan apa saja yang menciptakan anda kemudian bisa tidak punya apa-apa, menyerupai gaya sosialita salah satunya.


Disclaimer: artikel ini merupakan kiriman dari kawan yang bekerja sama dengan detikcom. Redaksi detikcom tidak bertanggung jawab atas isi artikel yang dikirim oleh mitra. Tanggung jawab sepenuhnya ada di penulis artikel.
Sumber detik.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengapa Aku Nggak Punya Apa-Apa? (1)"

Post a Comment